Label AbduL's

Kamis, 15 Oktober 2009

MODEL PEMBELAJARAN GLASER

MODEL PEMBELAJARAN GLASER

I. PENDAHULUAN

A. Pengertian

Beberapa model penelitian program telah dikembangkan oleh para ahli untuk melaksanakan penilaian program. Model – model tersebut cukup bervariasi, namun dari kesemuanya dapat ditarik kesimpulan mengenai persamaannya sehubungan dengan pengambilan keputusan sebagai pemanfaata data pelaksanaan penilaian program. Beberapa evaluator mengikuti satu pola tertentu akan tetapi beberapa diantaranya telah menggabungkan model – model tersebut, dan sebagian lainnya tetap menggunakan model yang tradisional seperti model penilaian pada umumnya. Berikut ini akan dibahas salah satu model penialaian program yang dikemukakan oleh Robert Glaser.
Robert Glaser merupakan psikolog pendidikan Amerika, yang telah membuat kontribusi signifikan untuk teori-teori pembelajaran dan pengajaran. Beasiswa-Nya telah diakui oleh beberapa penghargaan termasuk American Educational Research Association Presiden Citation Award (2003), American Psychological Association Distinguished Aplikasi Ilmu Pengetahuan Psikologi Award (1987), dan EL Thorndike Award untuk Distinguished Kontribusi Psikologi Pendidikan (1981).

Menurut Glaser ada enam langkah yang dilalui dalam menilai program pengajaran :

1. Mengidentifikasi hasil belajar

Glaser menyarankan agar tujuan kegiatan hendaknya dirumuskan dalam bentuk tingkah laku sehingga menunjukkan keterampilan – keterampilan yang harus diperoleh oleh siswa. Selanjutnya terhadap keterampilan-keterampilan tersebut harus disebutkan juga ukuran keberhasilan secara eksplisit dan spesifik sesuai dengan yang diperakukan oleh kurikulum. Untuk pengukuran hasil tidak cocok apabila menggunakan penilaian acuan normal (PAN) karena setiap siswa hanya membandingkan dengan siswa – siswa lain dalam kelompoknya.

2. Mendiagnosis kemampuan awal (entry behavior)

Menurut Glaser bagi guru pening sekali mengetahui secara rinci mengenai kemampuan awal yang dimiiki siswa. Kemampuan awal (entry-behavior) ini berbeda dengan kemampuan dasar (aptitude). Kemampuan awal menunjuk pada kemampuan prasyarat (prerequisite blackround) yang diperlukan sebagai dasar bagi pengetahuan atau keterampilan yang akan dipelajari. Sifatnya lebih menjurus pada aspek tertentu, sedangkan kemampuan dasar bersifat lebih umum.

3. Menyiapkan alternative pengajaran

Penyediaan atau pemilihan alternative pengajaran ini didasarkan atas keadaan siswa yang memiliki bermacam – macam perbedaan :
a. Kecepatan dalam belajar
b. Latar belakang keluarga
c. Latar belakang pengalaman
d. Kebutuhan
e. Gaya belajar dan kebiasaan – kebiasaan lain.
Penyedian alernatif memungkinkan siswa untuk pindah dari satu cara ke cara yang lain.

4. Mengadakan pemantauan (monitoring) terhadap penampilan siswa

“Menangkal lebih baik daripada mengobati”. Demikian juga terhadap proses belajar yang dilaksanakan oleh pendidik terhadapsubjek didik. Jika alternative pengajaran telah disediakan, segera sesudah itu perlu dilakukan pemantauan untuk mengetahui efektifitas pemantauan alternative tersebut. Dengan dilakukannya pemantauan secara terus menerus dan sejak dini, dapat diperoleh balikan yang segera dapat digunakan sebagai bahan perbaikan sebelum terjadi kesalahan yang berkelanjutan.

5. Menilai ulang terhadap alternative pengajaran.

Apabila pada tahap ketiga pengelola sudah menyediakan alternative pengajaran maka sudah dilakukan penilaian terhadap penampilan siswa segera dilakukan penilaian ulang terhadap alternative pengajaran yang sudah disediakan semula. Penilaian ulang ini didasarkan atas data umpan balik dari kegiatan pemantauan Glaser menekankan satu butir penting yaitu dirumuskan dan dipetuhinya criteria.

Untuk menggarahkan upaya kepada criteria tersebut maka perlu diperhatikan :
a. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kemampuan.
b. Kemampuan siswa untuk menahan dan mempertahankan apa yang telah diperoleh dan dimiliki.
c. Tingkat kemampuan siswa ntuk mentransfer pengetahuannya.
d. Perbedaan antara skor tes awal (pretest) dengan skor tes akhir (post test).
e. Kemampuan siswa untuk belajar sendiri.

Optimalitas alternative pengajaran yang disediakan sangat tergantung dari bagaimana guru meletakkan harapannya untuk mencapai tujuan itu.

6. Menilai dan mengembangkan pengajaran

Untuk tahap terakhir ini Glaser mengharapkan terjadinya evaluasi formatif atau mengumpulkan umpan balik demi pelaksanaan program pengajaran.


B. Permasalahan

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana keterkaitan suatu pembelajaran yang telah dilakukan oleh suatu komunitas pembelajaran dengan model evaluasi yang dipaparkan oleh seorang ahli psikolog pendidikan Amerika bernama Robert Glaser.
Menurut Glaser ada enam langkah yang harus dilalui dalam menilai program pengajaran, yaitu :
1. Mengidentifikasi hasil belajar
2. Mendiagnosis kemampuan awal (entry behavior)
3. Menyiapkan alternative pengajaran
4. Mengadakan pemantauan (monitoring) terhadap penampilan siswa
5. Menilai ulang terhadap alternative pengajaran
6. Menilai dan mengembangkan pengajaran
Berdasarkan pengamatan tersebut akan disimpulkan apakah proses pembelajaran dalam komunitas tersebut mengikuti model evaluasi yang telah dikemukakan oleh Robert Glaser.

C. Tujuan

1. Mengetahui keterkaitan suatu pembelajaran dengan model evaluasi Glaser.
2. Mengetahui apakah sudah baik atau tidakkah pembelajaran yang telah diakukan.

II. PEMBAHASAN

a. Artikel 1 dari Majalah Tempo Edisi 11-15 Mei 2009 berjudul “Uwe, Bahasa yang bergoyang. “

Dalam artikel “Uwe, Bahasa yang bergoyang. “ dipaparkan mengenai sebuah proses pembelajaran Bahasa Jerman oleh seorang guru bahasa bernama Uwe Kind. Ia memberikan pelajaran bahas Jerman kepada para peserta didiknya menggunakan metode yang sangat menyenangkan, yaitu dengan bergoyang dan bernyanyi-nyanyi. Dari pengalamannya ia mengajar selama lebih dari 30 tahun keliling dunia memperkenalkan metode belajar bahasa yang unik ini, dalam 5 menit saja ia telah mampu membuat dua ratus peserta didiknya bergoyang. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan belajar telah diwujudkan dalam bentuk tingkah laku.
Uwe juga menyusun lagu-lagu berdasarkan tingkat kesulitannya, ada yang dibuat untuk pemula, menengah hingga lanjutan. Pada tingkat dasar ia memasukkan unsure irama yang kemudian disesuaikan dengan gerakan. Ini penting menurutnya karena irama berbicara dalam bahasa universal. Ini berarti ia telah mendiagnosis kemampuan belajar peserta didik.
Uwe percaya bahwa setiap manusia mempunyai insting untuk mengenali irama. Baru kemudian, pemahaman dasar tentang konsep laku seperti kiri-kanan, maju-mundur, iya-tidak, saya-kamu, dimasukkan dengan cara dilakonkan seperti gerk-gerik pantomin.
Pembelajaran yang dilakukan oleh Uwe ini sangat menyenangkan perasaan peserta didik namun karena waktunya yang sangat sedikit sehingga tidak banyak hal – hal yang terekam oleh peserta didik baik itu materi maupun gerakan.Uwe sendiri mengakui peran aktif peserta didik snagat diperlukan untuk berjalannya interaksi yang baik antara pendidik dan peserta didik.
Pemantauan terhadap penampilan siswa, menilai ulang terhadap alternative pengajaran, serta menilai dan mengembangkan pengajaran tak terlihat dalam pembelajaran tersebutkarena relative singkatnya pembelajaran tersebut, hanya berlangsung 2 jam saja.

b. Artikel 2 dari Majalah Tempo Edisi 20-26 APRIL 2009 berjudul “Sekolah Tanpa Kertas”

Dalam artikel “Sekolah Tanpa Kertas” tergambar suatu proses pembelajaran yang memanfaatkan media elektronik digital . Sekolah tersebut yaitu Sekolah Internasional SInarmas World Academy, Bumi Serpong Damai, Tanggerang. Bagi para peserta didik, laptop dan internet merupakan pengganti alat tulis dan buku.
Banyak manfaat teknologi digital sebagai alat bantu belajar dan megajar. Misalnya, dengan bantuan computer banyak percobaan yang tak mungkindilakukan di kelas bias di simulasikan. Misalnya, percobaan mengenai pengaruh grafitasi di Bumi,Bulan atau di Planet lain.
Setiap siswa dibekali laptop yang bisa dibawa pulang, tujuannya agar siswa bias memperlihatkan hasil belajar siswa dikelas kepada orang tuanya masing-masing. Agar tidak disalah gunakan setiap laptop juga telah dibekali program khusus agar dapat mati secara otomatis. Sekolah juga telah memblokir situs – situs tertentu yang dianggap memiliki pengaruh buruk bagi siswa. Selain itu juga di pasang program control jarak jauh untuk setiap laptopnya.
Pembelajaran disekolah ini bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, tidak perlu selalu didalam kelas. Para siswa juga sangat memanfaatkan teknologi tersebut. Misalnya , bila siswa mengalami kesulitan ketika sedang menyelesaikan sebuah tugas, ia tak harus menghampiri gurunya. Semua kini hanya cukup dengan melakukan chatting atau video call.




III. PENUTUP

Beberapa model penelitian program telah dikembangkan oleh para ahli untuk melaksanakan penilaian program. Model – model tersebut cukup bervariasi, namun dari kesemuanya dapat ditarik kesimpulan mengenai persamaannya sehubungan dengan pengambilan keputusan sebagai pemanfaatan data pelaksanaan penilaian program. salah satu model penialaian program yang dikemukakan oleh Robert Glaser.
Menurut Glaser ada enam langkah yang harus dilalui dalam menilai program pengajaran, yaitu :
1. Mengidentifikasi hasil belajar
2. Mendiagnosis kemampuan awal (entry behavior)
3. Menyiapkan alternative pengajaran
4. Mengadakan pemantauan (monitoring) terhadap penampilan siswa
5. Menilai ulang terhadap alternative pengajaran
6. Menilai dan mengembangkan pengajaran

Dalam pembahasan kedua artikel diatas tidak kesemua langkah yang dikemukakan oleh Robert Glaser nanpak. Namun hal itu tidak membuat proses pembelajaran terganggu atau pun gagal.
Namun sebaiknya memang sangat perlu keenam langkah penilaian program tersebut diatas diaplikasiakan demi kesuksesan poses pembelajaran.






Daftar Pustaka

Sahertian,Piet.A. 2000. Konsep dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka pengembangan Sumber Daya Manusia . Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto,Suharsini. Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan.
Sukardi. 2008.Evaluasi Pendidikan prinsip dan Operasionalnya. Jakarta : Bumi Aksara.
Arikunto,Suharsimi. 1988. Penilaian Program Pendidikan. Bina Aksara : Yogyakarta.
.Majalah Tempo Edisi 20-26 APRIL 2009
Majalah Tempo Edisi 11-15 Mei 2009.
Purwanto, Ngalim. 2006. Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya
























III. PENUTUP

IV. Daftar Pustaka

Sahertian,Piet.A. 2000. Konsep dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka pengembangan Sumber Daya Manusia . Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto,Suharsini. Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan.
Sukardi. 2008.Evaluasi Pendidikan prinsip dan Operasionalnya. Jakarta : Bumi Aksara.
Arikunto,Suharsimi. 1988. Penilaian Program Pendidikan. Bina Aksara : Yogyakarta.
Majalah Tempo Edisi 20-26 APRIL 2009
Majalah Tempo Edisi 11-15 Mei 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tamu WajiB LapOr